Semarang Metro
04 Oktober 2010
Juan Rama sebagai Ambassador Budaya
SEMARANG SELATAN - Putra kedua Wali Kota Soemarmo HS, Abdullah Juan Rama, dinobatkan sebagai Ambassador Muda Peduli Budaya Semarang oleh Komunitas Cah Semarang (KCS). Prosesi penobatan dikemas secara menarik di Teater Anthurium Klub Merby, Sabtu (2/10) sore.
Rama dikawal oleh ”prajurit” anak berbusana khas jawa, kemudian membentuk barisan di atas panggung. Layaknya penobatan sang raja, dia dipasangi ikat kepala batik sebagai tanda penobatan.
Sebagai tanda keseriusannya menjadi Ambassador Peduli Budaya, Rama mengungkapkan komitmennya memajukan budaya jawa, terutama khas semarangan dalam sebuah deklarasi usai penobatan.
”Aku Bocah Semarang, tansah ngugemi lan nglestarekake kebudayan jawa kang adiluhung...,” begitu bunyi deklarasi yang dibacakannya di hadapan puluhan anak muda dan anak-anak.
Rama mengaku, penobatannya tersebut sebagai surprise kepada bapaknya. ”Sebelum dinobatkan, saya tidak memberitahu bapak,” kata dia yang juga sebagai model, yang ditemui Suara Merdeka sebelum acara.
Mengapa ia mau dinobatkan sebagai ambassador budaya? Selain bertepatan dengan peringatan satu tahun ditetapkannya batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, Rama mengakui, kebudayaan jawa tidak jadi perhatian mayoritas anak muda belakangan ini. Padahal, budaya jawa harus dilestarikan sebagai bukti kreativitas bangsa Indonesia. ”Sangat tingginya filosofi budaya jawa, dibuktikan dengan karya batik yang sempat akan diklaim oleh Malaysia,” ujarnya.
Ikon Budaya
Karena ketertarikan dan keseriusan melestarikan budaya jawa khususnya khas semarangan, maka Rama setuju, bahkan sangat bangga saat teman-teman KCS berniat menobatkannya menjadi ikon budaya anak muda Semarang. ”Memang tak ada tugas khusus. Namun saya akan berupaya menggiatkan pengenalan budaya terutama khas semarangan kepada generasi muda, di samping meningkatkan kemauan memakai busana batik,” katanya.
Menurut dia, batik harus dipakai sesering mungkin oleh masyarakat Semarang dan Indonesia secara luas. ”Batik itu bernilai seni tinggi dan yang memakainya akan terlihat kalem. Saya pun telah mencoba, ternyata batik cocok dipadukan dengan busana lain, seperti kebaya dan celana jins,” tutur Rama.
Sore itu, tak hanya penobatan Rama saja, Klub Merby juga mengadakan festival anak bernuansa budaya jawa, seperti tari cublak-cublak suweng dan Lir Ilir, Lagu Lenggang Kangkung, dan pelatihan membatik. Suguhan sore itu pun, khas jawa yakni jamu kunir asam, beras kencur dan nasi ayam. (hdq-16)
Rama dikawal oleh ”prajurit” anak berbusana khas jawa, kemudian membentuk barisan di atas panggung. Layaknya penobatan sang raja, dia dipasangi ikat kepala batik sebagai tanda penobatan.
Sebagai tanda keseriusannya menjadi Ambassador Peduli Budaya, Rama mengungkapkan komitmennya memajukan budaya jawa, terutama khas semarangan dalam sebuah deklarasi usai penobatan.
”Aku Bocah Semarang, tansah ngugemi lan nglestarekake kebudayan jawa kang adiluhung...,” begitu bunyi deklarasi yang dibacakannya di hadapan puluhan anak muda dan anak-anak.
Rama mengaku, penobatannya tersebut sebagai surprise kepada bapaknya. ”Sebelum dinobatkan, saya tidak memberitahu bapak,” kata dia yang juga sebagai model, yang ditemui Suara Merdeka sebelum acara.
Mengapa ia mau dinobatkan sebagai ambassador budaya? Selain bertepatan dengan peringatan satu tahun ditetapkannya batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, Rama mengakui, kebudayaan jawa tidak jadi perhatian mayoritas anak muda belakangan ini. Padahal, budaya jawa harus dilestarikan sebagai bukti kreativitas bangsa Indonesia. ”Sangat tingginya filosofi budaya jawa, dibuktikan dengan karya batik yang sempat akan diklaim oleh Malaysia,” ujarnya.
Ikon Budaya
Karena ketertarikan dan keseriusan melestarikan budaya jawa khususnya khas semarangan, maka Rama setuju, bahkan sangat bangga saat teman-teman KCS berniat menobatkannya menjadi ikon budaya anak muda Semarang. ”Memang tak ada tugas khusus. Namun saya akan berupaya menggiatkan pengenalan budaya terutama khas semarangan kepada generasi muda, di samping meningkatkan kemauan memakai busana batik,” katanya.
Menurut dia, batik harus dipakai sesering mungkin oleh masyarakat Semarang dan Indonesia secara luas. ”Batik itu bernilai seni tinggi dan yang memakainya akan terlihat kalem. Saya pun telah mencoba, ternyata batik cocok dipadukan dengan busana lain, seperti kebaya dan celana jins,” tutur Rama.
Sore itu, tak hanya penobatan Rama saja, Klub Merby juga mengadakan festival anak bernuansa budaya jawa, seperti tari cublak-cublak suweng dan Lir Ilir, Lagu Lenggang Kangkung, dan pelatihan membatik. Suguhan sore itu pun, khas jawa yakni jamu kunir asam, beras kencur dan nasi ayam. (hdq-16)
sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/04/125490
Tidak ada komentar:
Posting Komentar